Merti Desa : Cara Umat Mengungkapkan Syukur pada-Nya

Merti Desa : Cara Umat Mengungkapkan Syukur pada-Nya

INDONESIA merupakan negara kepulauan yang masyarakatnya memiliki berbagai macam kebudayaan dan tradisi. Menurut Funk dan Wagnalls dalam Muhaimin (2001:11), tradisi dimaknai sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan lain-lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk cara penyampaian doktrin dan praktek tersebut. Merti desa merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan di sebagian besar desa di Indonesia, khususya di Jawa. Merti desa, atau yang kita kenal dengan bersih desa, dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada yang maha kuasa atas segala ciptaan-Nya yang telah dikaruniakan. Kaitannya dengan tradisi, pelaksanaan merrti dusun di suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya tidak terlepas dari mitos/kepercayaan masyarakat dan asal-usul desa tersebut. Di Desa Buayan, ada beberapa tradisi rangkaian merti desa yang dilaksanakan secara rutin yaitu kenduren, ziarah dan bersih makam, slametan desa, malam tirakatan, dan cowongan.

Kenduren atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai kenduri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya perjamuan makan untuk memperingati suatu peristiwa. Biasanya, kenduren diselenggarakan di masing-masing dusun dengan diikuti oleh warga dan identik dengan nasi tumpeng yang sarat akan filosofi. Untuk mengawali acara, dilakukan doa bersama dipimpin oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat di wilayah tersebut dilanjutkan dengan makan jamuan bersama-sama. Dalam kaitannya dengan merti desa, kenduren dilaksanakan pada malam 1 suro, malam unggah-unggahan (memasuki bulan Ramadhan), malam tirakat 17 Agustus, pada acara slametan desa yakni setelah panen musim ketiga, serta pada malam pertama dan terakhir sebelum pementasan cowong dimulai. Cowong adalah boneka yang terbuat dari batok tempurung kelapa yang dihias sedemikian rupa hingga mirip wajah perempuan. Awal mula dipentaskan cowong di Buayan yakni ketika didesa mengalami kemarau panjang salah satu sesepuh desa mengadakan ritual minta hujan dengan sarana berupa boneka yg dibuat menyerupai manusia dan melakukan beberap ritual ditempat yg dikeramatkan oleh penduduk dan bersama sama, memohon pada Sang Maha Pencipta  agar diturunkan hujan. Kini, cowongan masih berjalan terutama dibulan suro atau tahun baru hijriah, lengkap dengan sesaji pendukung ritual dan tembangan (lagu) khas cowong sebagai bentuk pelestarian peninggalan leluhur.

Kemudian, tradisi ziarah makam dan bersih makam di Desa Buayan juga dilakukan rutin oleh warga terkait dengan merti desa. Di Desa Buayan terdapat 3 makam yang aktif dan masih dipakai yakni makam Gondosuli, makam Jaraksari, dan makam Buayan Tengah (Kulahan). Pada dasarnya, ziarah makam bertujuan untuk mendoakan para pendahulu yang sudah berpulang ke rahmatullah. Biasanya warga melakukan ziarah sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, sebelum menyelenggarakan hajatan, tahun baru hijriyah, dan sebelum melakukan aktivitas yang dianggap perlu ziarah . Kegiatan ziarah makam ini dapat dilakukan secara pribadi masing-masing keluarga dan juga secara berjama’ah atau massal. Ziarah makam diawali dengan membersihkan lingkungan makam, merapikan rumput liar yang tumbuh, serta membersihkan batu nisan atau yang sering disebut Kijing. Di Desa Buayan, ziarah makam identik dengan menabur kembang telon, yakni bunga tiga jenis. Beberapa warga bahkan masih membakar kemenyan sesuai tradisi tanah Jawa. Setelah dirasa cukup bersih dan rapi, baru kemudian mulai mendoakan yang bersangkutan.

Selanjutnya, tradisi Slametan Desa juga masih rutin dilakukan di Desa Buayan. Slametan Desa dilakukan setahun sekali setelah panen padi musim ketiga sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah dilimpahkan pada umatNya. Ada beberapa kegiatan yang sering dilaksanakan dalam rangka Slametan Desa diantaranya lomba tingkat desa, kenduren, dan yang paling digemari warga sekitar yakni panggung hiburan. Biasanya, panggung hiburan dapat berupa pementasan wayang kulit semalam suntuk, organ tunggal, ataupun pentas seni pemuda Desa Buayan. Tahun 2022 lalu, Pemerintah Desa Buayan menyelenggarakan pentas seni wayang kulit di Lapangan Buayan sebagai salah satu perayaan merti desa.

Apapun bentuk kegiatan merti desa, setidaknya ada manfaat yang dapat dirasakan yakni sebagai sarana silaturahmi antar masyarakat, sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan juga sebagai wujud pelestarian kebudayaan.

Daftar Pustaka

Giri, W. (2010). Sajen dan ritual Orang Jawa.

Kuntowijoyo, & Yahya, M. (2006). Budaya Dan Masyarakat. Tiara Wacana.

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Kebumen Terkini

Peringati Hardiknas, Bupati Kebumen Upayakan Para Guru Honorer Diangkat PPPK
Peringati Hari Buruh, Bupati Kebumen Sebut Angka Penganguran Turun
Berkomitmen Majukan Pendidikan, Bupati Kebumen Raih Penghargaan Detik Jateng-Jogja Awards
Puluhan Ribu Warga Padati Alun-alun Pancasila, Nobar Timnas U-23 vs Uzbekistan
Silaturahmi dengan PPDI, Bupati Minta Perkuat Sinergitas

Arsip Berita

Data Desa

Statistik Pengunjung

Polling 1

Polling 2